Bagian dari Alkitab ini seharusnya mengusik hati ketika kita membacanya. Ayat-ayat ini menusuk dan membuat hati kita tidak tenang. Mengapa? Karena sebagai orang-orang Kristen, kita selalu beribadah setiap hari Minggu di gereja. Kita selalu menyanyikan lagu-lagu yang mengagungkan Tuhan. Namun, apakah kita benar-benar beribadah kepada Tuhan? Apakah kita sudah memuji Tuhan dengan penuh kesungguhan hati? Atau, kita hanya beribadah karena hal tersebut sudah menjadi rutinitas dalam kehidupan kita? Kita akan menggali Yesaya 29:13-14 dan kiranya melalui eksposisi singkat ini, ibadah kita dapat kembali dibentuk oleh Firman Tuhan.
Ayat-ayat ini pada mulanya ditulis oleh Nabi Yesaya kepada bangsa Israel yang terus menerus meninggalkan Tuhan dan melacur kepada ilah-ilah lain. ‘Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku.’ Yohanes 4:24 mengatakan bahwa kita harus beribadah kepada Tuhan di dalam roh dan kebenaran, yaitu dengan segenap hati kita. Merupakan suatu kekejian bagi Tuhan ketika seseorang bersikap munafik dan tidak jujur dengan menggerakan bibirnya dan mengeluarkan kata-kata manis agar ia seolah-olah meninggikan nama Tuhan, padahal sama sekali tidak ada rasa syukur dan hormat kepada Tuhan di dalam hatinya. Tuhan dapat melihat kedalam hati manusia dan perbuatan yang terlihat tidak dapat menutupi kegelapan hati seseorang di mata Tuhan (1 Sam. 16:7).
Hati merupakan sumber dari kehidupan (Amsal 4:23). Semua yang kita lakukan berasal dari hati kita. Ketika kita beribadah, hendaknya hati kita dipenuhi dengan rasa syukur atas pekerjaan Tuhan di dalam hidup kita (Mazmur 9:1), seperti apa yang dilakukan oleh Paulus dalam Efesus 1:3-14. Bagaikan refrein dari sebuah lagu pujian yang sangat indah, Paulus beberapa kali menulis kata ‘terpujilah’ setelah menjelaskan aspek-aspek karya Tuhan di dalam keselamatan orang Kristen. Ketika seseorang sadar bahwa keselamatan hanya berasal dari Tuhan (Yunus 2:9) dan semata-semata merupakan suatu anugerah yang tidak seharusnya didapatkan oleh manusia yang berdosa dan tidak layak, ia akan dengan sendirinya ingin memuji Tuhan. Namun, kiranya orang-orang yang tidak memuji Tuhan dari hati mereka diberi teguran dan pukulan dari Tuhan, karena mereka telah berdosa di hadapan Tuhan.
Bangsa Israel juga berkali-kali membelot dari peraturan yang telah ditetapkan oleh Tuhan. ‘Ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan’, kalimat ini menunjukkan bahwa ibadah orang Israel tidak berdasarkan Firman Tuhan, melainkan berdasarkan pengajaran manusia yang terus menerus dilakukan sampai akhirnya ibadah menjadi suatu rutinitas yang telah mereka hafalkan. Ibadah seharusnya didasari oleh Alkitab, karena Alkitab merupakan Firman Tuhan (2 Tim. 3:16) yang merupakan suatu kebenaran dan kita harus beribadah di dalam kebenaran (Yoh. 4:24).
Yesaya 29:13 dikutip oleh Tuhan Yesus untuk menegur para orang Farisi (Mat. 15:8-9). Salah satu dosa para orang Farisi ialah meletakkan tradisi yang mereka ciptakan dan pegang di atas perintah Tuhan yang telah ditulis di dalam PL (Mat. 15:2-6). Seharusnya, apabila kita percaya bahwa Alkitab sudah cukup (sufficient) sebagai Firman Tuhan, kita akan meletakkan Alkitab sebagai otoritas tertinggi dalam kehidupan kita (sola scriptura), karena Tuhan, sang Pencipta yang berdaulat atas langit dan bumi, memiliki otoritas atas manusia dan segala ciptaan-Nya dan perintah-Nya yang telah diwahyukan melalui Alkitab patut kita taati (Ul. 6:4-6). Karena itu, dalam ibadah kita pun, Alkitab seharusnya menjadi otoritas tertinggi dan menjadi standar dalam menguji ibadah kita. Pengalaman kita, pengajaran dari dunia, dan pemikiran manusia tidak boleh menjadi dasar dalam membentuk ibadah kita. Kiranya ibadah kita tidak bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh Alkitab.
‘Aku akan melakukan pula hal-hal yang ajaib kepada bangsa ini, keajaiban yang menakjubkan.’ Ketika seseorang terlihat beribadah kepada Tuhan, namun di dalam hatinya ia sebenarnya tidak percaya kepada-Nya, ia telah melakukan sesuatu yang ‘mengherankan’. Bagaimanakah seseorang dapat menghidupi suatu kehidupan yang dipenuhi dengan kemunafikan? Bagaimanakah seseorang dapat ‘beribadah’ kepada Tuhan tanpa disertai oleh hati yang tulus? Karenanya Tuhan akan menjatuhkan suatu hukuman yang menakjubkan kepada orang tersebut dengan , yaitu ‘hikmat orang-orangnya yang berhikmat akan hilang, dan kearifan orang-orangnya yang arif akan bersembunyi.’ Hikmat dan kearifan orang tersebut akan dicabut daripadanya dan akhirnya dia tidak bisa lagi melihat kemuliaan Tuhan dan hidup dalam kesesatan (delusion) (Roma 1:22-23).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar